Skip to main content

Posts

KAJIAN HARI Menurut Ilmu Jawa

PASARAN Pasaran berasal dari kata dasar “pasar”, mendapat akhiran –an . Pasaran adalah sirklus mingguan yang berjumlah 5 hari. Yaitu Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon. Disebut pasaran karena sistem ini lazim dipakai untuk membagi hari buka pasar (tempat jual beli) yang berada di 5 titik tempat. Pada jaman dahulu salah satu sistem pemerataan perekonomian rakyat diatur dengan pembagian tempat jual beli (pasar). Yang berjumlah 5 titik tempat mengikuti arah mata angin (Timur, Selatan, Barat, Utara dan Tengah). Pasar Legi berada di Timur, Pasar Pahing berada di Selatan, Pasar Pon di Barat, Pasar Wage di Utara dan Pasar Kliwon berada di pusat / tengah kota. Pasar ini buka secara bergantian, mengikuti sirklus pasaran (pancawara) tersebut. Sedangkan dalam masyarakat Melayu Islam, tempat jual beli (pasar) disebut pekan. Dan hari pasar memakai sirklus mingguan yang berjumlah 7 hari (Senin, Selasa dst). Misalnya ada Pasar Minggu, Pasar Senen dan seterusnya. Oleh
Recent posts

Filosofi Jawa

Orang Jawa pada jaman dahulu selalu mempergunakan FILOSOFI/ UNEN-ENEN untuk menata kehidupan sehari-hari. Dan menerapkannya, maka dari itulah orang Jawa kuno terlihat lebih SANTUN daripada orang Jawa sekarang yang sudah terpengaruh oleh MODERNISASI, yang lebih mengutamakan EGO  daan kesenangan diri sendiri karena hanya mempelajari ilmu di bangku sekolah saja. Mungkin perlu adanya pembelajaran pada anak muda sekarang tentang MAKNA DAN ARTI HIDUP yang sejati dengan bantuan Filosofi Jawa Kuno. Sering terdengar perkataan yang terlontar dari orang-orang Jawa tua untuk anak2 muda sekarang WONG JOWO NANGING ORA JAWANI  yang artinya Orang Jawa tetapi tidak mengerti dan memahami makna dan tatanan kebaikan .  Di bawah ini sedikit dari Filosofi Jawa yang mungkin bisa mengingatkan dan membuka hati kita semua tentang keindahan FILOSOFI JAWA  yang masih cocok untuk diterapkan di sepanjang jaman. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-

Fariduddin Attar

Fariduddin Attar - Penyair Sufi dari Persia Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda. Sosok dan karya sastra yang ditorehkannya telah menjadi inspirasi bagi para pujangga di tanah Persia, salah satunya penyair termashur sekelas Jalaluddin Rumi. Penyair sufi legendaris yang masih berpengaruh hingga abad ke-21 itu dikenal dengan nama pena Fariduddin Attar, si penyebar wangi yang dalam bahasa Persia disebut Attar. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim. Jejak hidupnya tak terlalu banyak terungkap. Syahdan, Attar terlahir di Nishapur, sebelah barat laut Persia. Ia dijuluki dengan nama Attar lantaran profesinya sebagai seorang ahli farmasi. Attar adalah seorang anak ahli farmasi di kota Nishapur yang terbilang cukup kaya. Attar muda menimba ilmu kedokteran, bahasa Arab dan teosofi di sebuah madrasah (perguruan tinggi) yang terletak di sekitar tempat suci Imam Reza di Mashhad. Menurut catatan yang tertera pada buku yang ditulisnya Mo

Bhagavad Gita Bab VI Jalan Meditasi

 BAB VI JALAN MEDITASI Bersabdalah Yang Maha Pengasih: 1. Seseorang yang mengerjakan kewajiban yang harus dilakukannya, tetapi tanpa menuntut keuntungan, tanpa pamrih, maka orang itu adalah seorang sanyasi dan seorang yogi; bukan ia yang tak mau menyalakan api pengorbanan dan tak mau melakukan upacara apapun. Sang Kreshna mengulang lagi sebuah fakta kebenaran bahwa seorang sanyasi yang sejati adalah seorang yogi sekaligus karena telah mempersembahkan (mengorbankan) semua pekerjaan dan hasil-hasil dari pekerjaannya kepada Yang Maha Esa. Sanyasa sendiri juga berarti tidak terikat atau tidak berkeinginan. Seseorang yang hidupnya selalu berkeinginan tanpa habis-habisnya dan selalu terikat pada obyek-obyek duniawi dianggap tidak pernah berkorban untuk Yang Maha Esa (tidak menyalakan api pengorbanan) atau berbuat suatu apapun demi Yang Maha Esa. 2. Sebenarnya, Sanyasa yang sejati (penyerahan total) itu adalah Yoga, oh Arjuna! Dan seseorang bukanlah yogi yang sejati kalau belum mengesam

Biografi Abu Nawas

Biografi Abu Nawas Abu Nawas Abu Nawas bernama asli Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya bernama Hani al-Hakam. Beliau lelaki keturunan Arab yang merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah menjadi yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan. Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dala

PEMANGGIL ROH

PEMANGGIL ROH Shang nyang cipto gumono, rawuhno sejatining........ (sebut nama yang di panggil ) kang aperojo hing songgobuono,  rawuh rawuh rawuh mijil ono ing pangarsaningsun. matra ini di pergunakan untuk memanggil para leluhur atau roh yang bersemayam di alam berbeda sehingga mampu memanggil dan berkomonikasi dengan roh yang sengaja di panggil oleh empunya mantra ini. Tata Laku: mantra dibaca 111x pada tengah malam dengan memandang lilin, setelah selesai baca mantra, lilin dimatikan dan berkonsentrasi dengan mengucap : Allah Ya Maujud, Allah Ya Maujud, hingga kita merasakan dibukakan indra bathin kita/ datangnya roh yang kita panggil. sebelumnya mandi keramas dengan air kembang liman, dan minyak jafaron 3 tetes . gunanya untuk membersihkan jiwa dan batin agar bersih. kemudian mulai berpuasa.

Pagar Rumah

Mantra Pagar Rumah Sipat Allah ananning Muhammad, sipat Rasul ananing Manungsa,  luput sing diarah, kena kang ngarah, banyu erang kulhu sungsang,  tekenku Malaekat, pinayungan para Widadari, Nabiku jeng Mohammad Rasullullah alaihi wassalam. Mantra dibaca saat mau meninggalkan rumah/bepergian, khususnya di malam hari.