Skip to main content

KAJIAN HARI Menurut Ilmu Jawa


PASARAN
Pasaran berasal dari kata dasar “pasar”, mendapat akhiran –an. Pasaran adalah sirklus mingguan yang berjumlah 5 hari. Yaitu Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon. Disebut pasaran karena sistem ini lazim dipakai untuk membagi hari buka pasar (tempat jual beli) yang berada di 5 titik tempat.
Pada jaman dahulu salah satu sistem pemerataan perekonomian rakyat diatur dengan pembagian tempat jual beli (pasar). Yang berjumlah 5 titik tempat mengikuti arah mata angin (Timur, Selatan, Barat, Utara dan Tengah). Pasar Legi berada di Timur, Pasar Pahing berada di Selatan, Pasar Pon di Barat, Pasar Wage di Utara dan Pasar Kliwon berada di pusat / tengah kota. Pasar ini buka secara bergantian, mengikuti sirklus pasaran (pancawara) tersebut.
Sedangkan dalam masyarakat Melayu Islam, tempat jual beli (pasar) disebut pekan. Dan hari pasar memakai sirklus mingguan yang berjumlah 7 hari (Senin, Selasa dst). Misalnya ada Pasar Minggu, Pasar Senen dan seterusnya. Oleh sebab itu seminggu (7 hari) dalam  bahasa Melayu disebut juga sepekan (pekan=pasar).
Dengan demikian tidaklah aneh bila penamaan hari dan pasaran seperti Senin Kliwon, Selasa Legi dan seterusnya itu hanya dikenal di Jawa saja.
Menurut kepercayaan Jawa, hitungan Pasaran yang berjumlah lima itu sejalan dengan ajaran “Sedulur papat, kalima pancer”. Empat saudara, kelimanya pusat. Ajaran ini mengandung pengertian bahwa setiap diri manusia mempunyai empat saudara. Disebut saudara sebab keberadaannya ada sejak manusia masih dalam kandungan ibu. Pancer adalah diri kita (ke-aku-an atau Ego). Juga berkaitan dengan 4 unsur anasir pembentuk raga atau jasad yaitu tanah, air, api dan udara.
Hubungan pasaran, empat unsur dan Sedulur 4 itu adalah sebagai berikut :
Pasaran Legi bertempat di Timur, Anasir (elemen) Udara, memancarkan sinar (aura) putih.
Pasaran Paing bertempat di Selatan, anasir Api, memancarkan sinar merah.
Pasaran Pon bertempat di Barat, anasir Air, memancarkan sinar kuning.
Pasaran Wage bertempat di Utara, anasir Tanah, memancarkan sinar hitam.
Pasaran Kliwon tempatnya di pusat atau di tengah, anasir Eter, memancarkan sinar manca warna.
HUB PASARAN, MATA ANGIN, ELEMEN, WARNA

WAGE
UTARA
TANAH
HITAM

PON
BARAT
AIR
KUNING
KLIWON
PANCER
ETER
MANCA WARNA
LEGI
TIMUR
UDARA
PUTIH

PAHING
SELATAN
API
MERAH

 

NEPTU

Neptu adalah nilai angka yang disematkan pada tiap-tiap hari dan pasaran. Neptu singkatan (jarwo dhosok) dari “geneping wetu” (penggenap keluarnya sebuah uraian), karena neptu memang digunakan untuk mewakili suatu hal dalam sebuah perhitungan (petungan).
Neptu Hari
  • Minggu neptu 5
  • Senin neptu 4
  • Selasa neptu 3
  • Rabu neptu 7
  • Kamis neptu 8
  • Jumat neptu 6
  • Sabtu neptu 9
Jumlah NEPTU HARI = 42
Bila diperhatikan dari urutan angka Neptu maka akan didapat bahwa hari JUMAT berada pada posisi tengah (PANCER). Sedangkan dalam sirklus Pasaran, KLIWON adalah PANCER.
Neptu Pasaran
  • Kliwon neptu 8
  • Legi neptu 5
  • Pahing neptu 9
  • Pon neptu 7
  • Wage neptu 4
Jumlah NEPTU PASARAN = 33
Jika neptu hari dan pasaran dijumlahkan : 42 +33 = 75.
Angka 75 ini bila dipecah :
7 = merupakan jumlah hari yang ada (7 hari)
5 = jadi jumlah pasaran 5.
Sedangkan bila kedua angka tersebut dijumlahkan maka akan ketemu jumlah bulan. 7 + 5 = 12 menjadi jumlah bulan dalam 1 tahun.
Penggabungan sirklus Hari dan Pasaran ini akan membentuk sirklus hari yang totalnya jumlahnya 35 hari. Para sesepuh Jawa banyak menggunakan neptu ini untuk berbagai macam perhitungan (petungan) nasib dan karakter.

Karakteristik HARI dan PASARAN

Menurut para sesepuh dan pinisepuh Jawa, setiap Hari dan Pasaran memiliki karakteristik tersendiri yang dipercayai berpengaruh kepada baik dan buruknya segala hal yang akan dikerjakan saat hari dan pasaran itu.
Karakteristik Hari, Pasaran dan Neptu
Arti Watak Hari dan Pasaran :
  • Lakune geni gedhe : watak baik, menggambarkan sumber kekuatan
  • Sri Kombang : watak baik, menggambarkan kemasyuran
  • Sri Agung : watak baik, menggambarkan kemuliaan
  • Gigis Wunu : watak kurang baik, menggambarkan kerugian
  • Pathol : watak buruk, menggambarkan penyakit
  • Peso : watak buruk, menggambarkan bahaya
Para sesepuh dan pinisepuh ilmu kasepuhan Jawa juga memakai karakteristik Hari dan Pasaran ini guna menentukan hari untuk mengawali suatu ritual ilmu ghaib. Bila kita mencermati hari ritual ilmu Aji kesaktian Jawa (Aji Panglimunan, Aji Brajamusti dll) akan didapati hampir semua ritual diawali pada hari yang berkarakter baik atau memakai dasar hitungan neptu. Ya, para sesepuh memang tidak sembarangan dalam memberikan tuntunan ilmu.
Jika dilihat dari tabel diatas, JUMAT LEGI adalah saat yang terbaik, karena menggambarkan sumber kekuatan (lakune geni gedhe). Itulah sebabnya masyarakat Jawa Timur, lebih memuliakan Jumat LEGI untuk keperluan mencari kesaktian. Salah satu contohnya pengijazahan Hizib Maghrobi. Dan memang Hizib ini lebih banyak berkembang di Jawa Timur.
Nah, sekarang anda mengerti alasan mengapa Hizib Maghrobi diijazahkan pada malam Jumat Legi. Jelas sekali Hizib Maghrobi adalah amalan ilmu hikmah yang berasal dari wilayah pesantren di Jawa Timur. Inilah gunanya memurnikan ajaran para Mahaguru. Agar kita dan beserta anak cucu kelak tetap bisa menelusuri asal-usul dan berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu hikmah yang bersangkutan.
Lalu mengapa orang Jawa Tengah & Yogyakarta lebih memuliakan JUMAT KLIWON untuk mencari daya linuwih / kesaktian?
Selain hari Jumat Kliwon memiliki karakteristik baik, menggambarkan Kemasyuran (Sri Kombang). Hari Jumat sesuai angka neptu berada di Tengah (pancer). Sedangkan Pasaran letak Kliwon juga berada di tengah (pancer). Maka Jumat Kliwon adalah lambang dari diri pribadi sebagai Pancer. Sesungguhnya daya linuwih sejati memang bias dari pengenalan diri pribadi. Ingsun Sejati, Sedulur Sejati, Guru Sejati dan Sukma Sejati semuanya ada dalam diri manusia.
Begitu pula dengan hari Selasa Kliwon atau hari Anggara Kasih (Jawa Kuno) memiliki karakteristik yang baik, Sri Rahayu, melambangkan kemuliaan. Namun biasanya ritual pada hari-hari tersebut tidak dijalani dalam sehari saja, tetapi selama beberapa hari. Dengan memakai hitungan Neptu yang memiliki makna keutamaan (daya lebih).

Hari 3 NEPTU 40

Sebagaimana telah diuraiakan di atas, bahwa Hari dan Pasaran memiliki nilai angka yang disebut Neptu. Dalam khasanah ilmu kesaktian Jawa banyak amalan ritual ilmu yang mempergunakan puasa selama 40 hari. Dan bila ritual ini dirasa berat atau bersifat mendesak, misalnya keburu untuk segera digunakan. Maka para sesepuh Jawa memakai hitungan NEPTU hari dan Pasaran yang bila dijumlahkan hasilnya 40. Maka didapatlah 3 hari berturut-turut yang nilainya setara dengan 40 hari. Yaitu :
  • Selasa Kliwon + Rabu Legi + Kamis Pahing.
  • Rabu Pon + Kamis Wage + Jumat Kliwon.
  • Kamis Wage + Jumat Kliwon + Sabtu Legi.
  • Jumat Pahing + Sabtu Pon + Minggu Wage.
  • Sabtu Kliwon + Minggu Legi + Senin Pahing.
Untuk lebih jelasnya perhatikan keterangan sebagai berikut :
Jumlah Neptu Selasa (3) + Kliwon (8) = 11
Jumlah Neptu Rabu (7) + Legi (5) = 12
Jumlah Neptu Kamis (8) + Pahing (9) = 17
Jika NEPTU 3 hari berturut-turut tersebut dijumlahkan: 11 + 12 + 17 = 40
Jadi menurut para pinisepuh apabila ada amalan ilmu yang memakai ritual puasa 40 hari, dapat diringkas dengan cukup dijalankan 3 hari berturut-turut saja. Dengan syarat 3 hari tersebut memiliki jumlah Neptu 40.

Comments

Popular posts from this blog

Makna Kembang Setaman

MAKNA BUNGA " kembang staman "  dalam Sesaji Jawa  Kembang setaman versi Jawa" terdiri dari beberapa jenis bunga Yakni : Mawar, Melati, kanthil & Kenanga. Mengenal Berbagai Simbol Penghormatan Dalam falsafah hidup Jawa, berbakti kepada kedua orang tua dan para leluhur yang menurunkan adalah suatu ajaran yang diagungkan. Orang Jawa yang memahami hakekat hidup, tentunya akan sangat memahami apabila kesuksesan lahir dan batin tak akan bisa diraih apabila kita menjadi seorang anak atau generasi penerus yang durhaka kepada orang tua dan para leluhur yang menurunkannya. Ungkapan rasa berbakti, tidak hanya diucapkan dalam ikrar doa-doa puji-pujian yang ditujukan kepada leluhurnya. Salah satu wujud konkrit rasa berbakti tersebut adalah berupa sesaji, yang dimaksud sebagai persembahan atas segala rasa hormat dan rasa terimakasih tak terhingga kepada para leluhur yang telah wafat yang mana semasa hidupnya telah berjasa memberikan warisan ilmu, harta-benda, dan lingku...

Negarakertagama (Sansekerta)

Negarakertagama   Kitab Negarakertagama ini terdiri dari 98 Pupuh (Bagian dalam penulisan menggunakan media daun lontar) dan terdiri dari 2 bagian yang sama-sama setiap bagiannya tersebut terdiri dari 49 Pupuh. Berikut bagian dari pupuh-pupuh tersebut :  Bagian I -7 Pupuh tentang Raja dan Keluarganya -9 Pupuh tentang Kota dan Wilayah Majapahit -23 Pupuh tentang Perjalanan Raja keliling ke Lumajang -10 Pupuh tentang Silsilah Raja Majapahit Bagian II -5 Pupuh tentang perburuan Raja di Hutan Nandawa -5 Pupuh tentang perjalana pulang Raja ke Majapahit -1 Pupuh tentang oleh-oleh yang dibawa pulang dari berbagai daerah yang dikunjung -10 Pupuh tentang perhatian kepada leluhur -2 Pupuh tentang kematian Gajah Mada -10 Pupuh tentang bangunan-bangunan suci di Jawa dan Bali -9 Pupuh tentang upacara berkala -7 Pupuh tentang pujangga pemuja raja(Tentang diri Prapanca) NEGARA KERTAGAMA PUPUH 1-7 [Pupuh 1]     om nathaya namostu te stutinin atpada ri pada bhatara nityaƧa,...

Filosofi Jawa

Orang Jawa pada jaman dahulu selalu mempergunakan FILOSOFI/ UNEN-ENEN untuk menata kehidupan sehari-hari. Dan menerapkannya, maka dari itulah orang Jawa kuno terlihat lebih SANTUN daripada orang Jawa sekarang yang sudah terpengaruh oleh MODERNISASI, yang lebih mengutamakan EGO  daan kesenangan diri sendiri karena hanya mempelajari ilmu di bangku sekolah saja. Mungkin perlu adanya pembelajaran pada anak muda sekarang tentang MAKNA DAN ARTI HIDUP yang sejati dengan bantuan Filosofi Jawa Kuno. Sering terdengar perkataan yang terlontar dari orang-orang Jawa tua untuk anak2 muda sekarang WONG JOWO NANGING ORA JAWANI  yang artinya Orang Jawa tetapi tidak mengerti dan memahami makna dan tatanan kebaikan .  Di bawah ini sedikit dari Filosofi Jawa yang mungkin bisa mengingatkan dan membuka hati kita semua tentang keindahan FILOSOFI JAWA  yang masih cocok untuk diterapkan di sepanjang jaman. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanp...